Rabu, 11 Oktober 2017

Maaf, Aku Seorang Demonstran

Jalan perjuangan itu gersang, tidak banyak orang yang mau berdiri diatasnya. Tapi percayalah, sesudah itu semua akan ada sejuta kebaikan yang akan kau dapati.

Karena seringnya gua nangkring di jalanan depan kampus, nama gua udah ke branding di angkatan sebagai 'tukang demo'.

Muda, bergairah dan bersemangat. Sedikit ciri itulah yang menggambarkan diri gua waktu masih mahasiswa baru di UNPAD. Bayangin aja, disaat orang lain masih kuliah-pulang kuliah- pulang, gua udah nangkring di depan gerbang kampus buat aksi. Ya bener aksi, suatu hal yang saat ini udah asing di telinga mereka. Bahkan gambaran buruk ketika ngedenger kata aksi aja langsung buat mereka ogah buat mengikutinya. Tapi enggak buat seorang Ilyas Muttaqin. Bagi gua, justru jalan yang berbeda dari orang lain adalah jalan yang gua senangi. Unik. Karena belom tentu orang banyak itu melakukan hal yang benar, justru sekarang ini kalo gua liat, hal-hal baik malah sepi peminatnya. Maka dari itu, sejak awal masuk gua udah memilih jalan juang sebagai demonstran sebagai ladang amal gua. Disaat temen-temen gua asik dengan kehidupan glamor dan  senang dengan konten Insta Stories nya dengan genk-genk mereka, ya gua tetep gini-gini aja.

Moment pertama kali gua ikut aksi. Begitu takjub dan terinspirasi ngeliat Ketua BEM KEMA UNPAD saat itu bang Navajo Bima orasi tentang hari pahlawan.


Diajakin maen, jarang bisa.
Diajakin rapat, bentrok aksi.
Ikut 212, dicengin ekstremis.
Penggalangan dana rohingya, dicengin dhuafa

Ya emang susah buat ngasih pencerdasan langsung ke mereka terkait urgensi turun ke jalanan secara langsung. Bagaimana mungkin mereka ngerti penderitaan, kalo kesehariannya aja masih akrab banget dengan kemewahan?

Aksi #PeduliAleppo yang saat itu sedang berdarah. Bukan masalah siapa bela siapanya, tapi disini sisi kemanusiaannya lah yang harus dihadirkan.

Mungkin, kalo pun mahasiswa sikapnya apatis dan asik dengan dunia materialisnya kayak sekarang dan bahkan ngetawain yang sering aksi, dunia yang kita alamin sekarang khususnya di Indonesia pasti gak begini jadinya. Gak bakal bisa tuh mereka ketawa-ketawa sekarang, karena perutnya aja laper karena harga kebutuhan pokok pada mahal-mahal. Jalan perjuangan itu sepi peminatnya, sebagaimana orang lebih memilih ke bioskop yang mahal dibandingkan ke masjid yang justru gratis banyak pahala, eh malah sepi. Maka berbahagialah bagi orang-orang yang selalu istiqomah di jalan kebenaran.

Membersamai teman-teman BEM aksi peringatan ulang tahun KEMA UNPAD. 

Ya emang bener, gak semuanya aksi itu benar. Sebagian oknum melakukan aksi buat bikin aksi itu semakin buruk di mata orang-orang. Tapi gua pribadi meyakini bahwa apa yang gua lakukan itu udah berdasarkan proses penyaringan berlapis dalam diri gua sendiri tentang baik-buruk nya suatu hal. Hahahhaa. Mereka bilang aksi itu dibayar, lah kata siapa? justru sepengalaman gua aksi buat BEM KEMA UNPAD, kita patungan dan hunting barang-barang sendiri tanpa ada sokongan dana dari kampus. Kalo pun ada, paling kalo aksi ke jakarta itu disediain bis. Boro-boro dikasih uang, justru mereka yang nyinyir kayak begitu yang hamba uang.

Dalam aksi 411 di Jakarta, gua pernah merasakan bahwa mati itu dekat. Dimana gua udah hampir ke injek-injek jutaan massa dan kena gas air mata yang bikin sesek nafas 1 menit.

Memimpin aksi #TangkapSetnov bareng temen-temen BEM SI Jabar. Walaupun baru taun kedua, alhamdulillah kepilih jadi Korlap:)) berhasil mimpin kampus setenar ITB, UPI, dll.

Dalam aksi bela rakyat 121, saking takutnya gua akan kematian dan chaos, malam hari saat udah berhadapan dengan polisi bersenjata lengkap, gua memutuskan untuk pulang karena takutnya diri gua akan kematian. Sesuatu hal yang gua sesali sampe saat ini. Lari dari peperangan. Orang luar mungkin gak ngerasain, tapi di lapangan gua bener-bener takut. Aksi 121 kalo gak salah sebagai reaksi atas naiknya harga kebutuhan pokok dan naiknya biaya pembuatan BPKB. Kita semua berdiri membela hak jutaan rakyat Indonesia, gua pun sampe hampir mempertaruhkan nyawa. Sampe telinga temen-temen, gua masih dikata-katain karena ikut aksi begituan. Hadeeeuh.



Kalo gua itung, udah lebih dari 10 aksi yang udah pernah gua itungin. Karena emang dasarnya gua orang yang seneng panggung dan kurang suka 'hanya' disuruh jadi peserta, maka setiap aksi yang gua ikutin pasti gua memposisikan diri sebagai 'orang penting'. Entah jadi korlap, danlap atau bahkan komandan lapangan itu sendiri ngalahin angkatan-angkatan tua dan kampus-kampus hebat lainnya. Banyak pengalaman yang sebenernya pengen gua tulisin sebagai bahan pembelajaran sekaligus berbagi kisah tentang aksi, tapi emang gak sempet aja. Alias males. Hahahaha.

Momen pertama kalinya gua mengetahui bahwasannya, gua berada diantara orang-orang hebat. Para pejabat kampus. Maka dari itu, gua harus maksimalin ini semua buat ningkatin kapasitas diri. HUHAH!!

Btw, sebenernya gua berniat untuk bikin buku. Judulnya "Maaf, Aku Seorang Demonstran" kira-kira kalian pada setuju gak yah?

Isinya berkaitan dengan jati diri gua pribadi, pengalaman aksi dan berbagai macam gejolak pemikiran gua. Isi buku ini gak cuma pengalaman aja, tapi juga sebagai bahan diskusi terkait berbagai macam gejolak pemikiran gua + pembalasan terhadap orang-orang yang selama ini hanya bisa ngatain gua karena jadi seorang demonstran. Kalo kata orang, cara paling indah membalas perilaku buruk seorang adalah, balas dengan karya! maka dari itu, bismillah. Gua pengen mulai dari sekarang.

Doain yak, kayaknya gua mau mulai serius buat nulis buku. Sebagian tulisan di blog ini juga nantinya akan gua masukin ke dalam buku. Apalagi, umur blog ini udah 7 tahun, dari jaman gua alay sampe sok serius kaya sekarang hahahahaa.

Diriku kurang suka menjadi orang yang ikut-ikut. Aku unik. Suka hal yang berbeda dari orang lain. ketika orang lain menjauhi aksi dan demonstrasi, maka aku memutuskan untuk menjadi seorang demonstran.


Jangan lupa, beri semangat buat Ilyas Muttaqin yak!
Mohon doanya selaluuuu.

Selasa, 10 Oktober 2017

Cause I'm A Rebel!



Sumber: https://kimfricung.blogspot.co.id/2015/04/game-of-thrones-kutipan-favorit-saya.html

Akhir-akhir ini gua gak bisa nemu sosok orang yang bisa dijadikan tempat berbagi cerita, maka dari itu gua putuskan untuk berceritanya disini.

Quote kali ini dipersembahkan oleh salah satu tokoh favorite di serial Game of Thrones yang baru-baru ini gua ikutin. Selama liburan semester kemaren, gua emang fokus nonton film ini. Hasilnya? serial TV yang rata-rata berjumlah 10 episode sampai season 6 dan 7 episode di season 7 ini sukses bikin gua terinspirasi dengan segala gimmick yang dihadirkannya. Kalo 1 film ini berdurasi 60 menit, maka gua udah menghabiskan 4020 menit hanya untuk khusyu serta mentadabburi satu demi satu kata-kata yang terucap dari setiap tokoh ini. Oiya bagi yang belom tau film Game of Thrones, film ini merupakan film perebutan tahta yang melibatkan banyak keluarga besar dengan mengorbankan banyak darah untuk menduduki kekuasaan. Kalo di film Lord of the Rings kita disuguhkan dengan adegan perang yang keren, maka film ini lebih dari itu karena bisa menghadirkan berbagai macam konflik kayak cinta, persahabatan ataupun permainan politik. Seru!

Nah, entah ini buruk atau baik, gua mempunyai kebiasaan bahwa sehabis gua menonton film ataupun membaca buku maka gua pun langsung terinspirasi untuk mengaktualisasikannya dalam dunia nyata. Mereka aja bisa, maka gua gabisa? malah bakal keren banget, gua bisa menggapai apa yang dilakukan tokoh fiksi yang ada di dalam buku/film. Widiih!

Seperti yang udah gua singgung diatas, bahwa film Game of Thrones ini penuh banget sama intrik politiknya. Kebetulan dan alhamdulillahnya, dari dulu gua emang demen banget sama politik. Bahkan dalam setiap agenda politik baik itu di lingkungan rumah ataupun di kampus, gua selalu hadir untuk meramaikan. Berbekal film GoT yang udah kayak ngedapetin kuliah ilmu politik 4 SKS, gua langsung amalin aja tuh ilmunya di organisasi yang gua ikutin. Kebetulannya lagi, di BEM KEMA UNPAD khususnya di departemen Aksi dan Propaganda tempat gua bernaung juga lagi bermasalah, masalah pelik yang dari 3-4 bulan lalu gak selesai-selesai. Maka gua pun berinisiatip untuk melakukan perlawanan, tokoh fiksi dalam GoT pun langsung gua jadikan sebagai kiblat dalam permainan politik yang gua bakal mainin kali ini, di dunia nyata. Game ON!

Sebutlah departemen gua ini departemen yang kerjaannya bikin eskalasi pergerakan dan dinamis banget kulturnya. Harusnya sih. Tapi karena emang, menurut gua, anak-anak di departemen ini gak semuanya berasal dari anak gerakan dan gak semua pernah demo jadi ya treatment yang dibutuhkan harus disuapin langsung. Alkisah kepala departemen gua yang selanjutnya disebut kadept ini kecewalah dengan kinerja kita yang gak maksimal ngurus proker, terlepas dari anak-anaknya yang gak ngerti karena gak diajarin langsung atau gimana pokoknya dia men-treatment kita dengan tindakan "Auto-Pilot". Iya, bagaikan sedang terbang di ketinggian 20.000 sang pilot pun memutuskan mengaktifkan tombol auto pilot dan membiarkan pesawat terbang dengan sendirinya tanpa ada pilot dibalik kemudinya, pendeknya beliau left grup selama 3 minggu. Dia meminta kita semua 14 anggota yang ada di grup itu untuk mengevaluasi diri kita kenapa banyak proker yang ga jalan dan kenapa sikap kita ke dia kurang baik. Dalam perjalanannya, 3 minggu itu ternyata lama juga. Di dalamnya kita ngalamin berbagai macam acara yang nihil kehadiran sang kepala suku. Bagaimanapun juga, ketika prajurit merasa kesulitan di medan pertempuran, pastilah ia akan menengok kebelakang untuk melihat pemimpinannya. Tapi, kalo begini caranya, kemana kita akan meminta pertolongan dan supervisinya?

Konyol? bisaaa. Jangan bilang selama 3 minggu tanpa kehadiran beliau kita berjalan biasa aja, malah internal anggota jadi banyak yang males dan rapat rutin pun jadi gak terlaksana. Bahkan akibat peristiwa ini, ada 1 orang yang mengundurkan diri karena kondisi yang gak jelas di departemen ini: terlalu sepi dan kadept yang melarikan diri, katanya. Sampe akhirnya, kita-kita para staff pun chat berkali-kali mengajak langsung beliau untuk kembali kesini dan meminta maaf apabila kita emang ada salah, tapi jawabannya keukeuh pada kesalahan kita yang harus intropeksi dahulu. Dalam upaya mempersuasi itu, kita gak cuma mendapatkan alasan yang emang gak masuk akal aja, tetapi kita semua juga dapat balasan yang gak mengenakan dan udah masuk dalam kategori kurang ajar dalam etika berbahasa. Praktis, di titik ini kita semua udah gak respect lagi sama beliau.

Masuk ke semester 3 juga keadaan masih sama. Emang sempet ada forum damai gitu sih, tapi gua rasa ini mah belom selesai. Masih banyak duri yang nempel dan kesannya pertemuan itu cuma formalitas aja. Dia juga akhirnya masuk grup lagi, tapi keadaan juga malah jadi sama aja kaya sebelum beliau masuk, kita jarang dikumpulin untuk rapat dan supervisi untuk proker-proker juga jarang. Ketua acara dari salah satu proker juga ngerasa gak dipeduliin, hingga akhirnya dalam salah satu rapat yang beliau gak hadir karena alasan yang kurang jelas, gua nyampein:

"Btw, kita harus nyelesain masalah dengan beliau. Ini gak bisa dibiarin aja, kita harus bersikap!"

terus, staff yang cewe dengan logika ke perempuanannya bilang,

"Jangan yas, ini kita aja lagi sibuk. Tunggu semua proker selesai dulu aja, baru nanti kita urus"

"Gabisa. Beliau ketua, seharusnya beliau yang memimpin ini semua, kita harus bersikap, jangan biarin ada duri dalam daging disini. Ya masa kita diem aja, dzolim amat kita ditinggalin gini"

Hingga beberapa saat kemudian lewat beberapa perdebatan yang alot, maka keputusan pun didapat. Kita memberikan tenggat waktu 1 minggu kepada beliau untuk fokus ke departemen kita. Lagipula, akang-teteh dari tim presidium juga udah bergerak ngasih treatment buat beliau karena udah terlalu lama ninggalin kita tanpa sebab yang jelas. 

Suatu kehormatan, dapat menghadirkan aparat ke dalam suatu acara tanpa mengundangnya.

Puncaknya terjadi saat tanggal 30 September tepat saat peringatan momen Gerakan 30 September. Pas itu gua ngajuin diri jadi PJ acara diskusi publik yang ngehadirin dosen dan beberapa temen-temen pergerakan buat diskusi masalah eksistensi PKI dan seputar peristiwa G30S tahun 1965. Sebenernya kisah disini seru banget, acaranya sampe didatengin sama tentara, polisi dan satpol pp untuk ngebubarin acara yang gua buat ini. Karena emang issue nya kan sensitip. Nah, disaat seperti ini kehadiran kadept gak ada. Bahkan sebelumnya pun gak pernah ngasih support moral atau apa gitu ke gua untuk acara ini, maka yaudah selesai acara ini gua kembali nanya:

"Jadi kita mau gimana nih? udah seminggu kan, sesuai keputusan internal kemarin kita harus ambil tindakan."

Oiya, lupa gua jelasin bahwa sebelumnya kita juga udah buat grup yang tanpa ada beliau di dalamnya. Jadi, emang pemberontakan pun udah dimulai percikannya.

"Yaudah kalo emang lu pada gak berani, sini gua aja wwkwkwk iya gua dah yang kick beliau"

"mangga yas, tapi urang gak tanggung jawab wkwkw"

"Ya gimana donggg, kan udah keputusan kita juga kan kasih waktu seminggu, nah sekarang beliaupun gak hadir di acaranya sendiri. Gimana nih bang, kick enggak nih?" Tanya gua ke kepala bidang DKKP, bidang yang ada diatas gua. 

"yaudah mangga kalo emang kalian lebih nyaman begitu, akang dukung"

"Naaaah siiipp! bener yee bismillah"

seketika itu juga, gua pun langsung nge-kick semua anggota grup. Kecuali beliau. Ditinggalkan sendiri di dalam grup yang isinya hanya beliau seorang. Saat itu kita semua masih ketawa-ketawa santai dan bercanda bahwa apapun yang terjadi, yaudah kita lihat besok.

Dan besok pun terjadi.


Kejadian semalem itu sekitar pukul 21.00, tapi kayaknya beliau baru menyadarinya pada jam 8 pagi, itu ditandain dengan dia ngechat kita semua staff nya pap grup chat yang semuanya pada di kick sama gua. Karena gua yang melakukannya, maka gua pun menjawab sampe akhirnya kita berdebat dan memutuskan untuk bertemu di sekre bem. Awalnya, beliau bertemu dengan ketua bem, lalu ke kepala bidang dan terakhir ke gua. Iya, gua. Dengan wajah merah tanda emosi, mata melotot tanda kecewa, dia pun mengajak gua masuk ke ruangan dan meminta penjelasan gua terkait kejadian semalem. Terjadilah obrolan sekitar yaaa 5-10 menit lah yang dengan nada lumayan tinggi, penggunaan katanya pun sudah "Gue" dan "Elo" bukan "Ane" "Ente" lagi seperti biasanya, sampe akhirnya beliaupun memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan dari gua dan mengucapkan selamat semoga sukses departemennya. Gak lama kemudian, barulah dia mengirim hampir ke semua grup surat pengunduran diri beliau beserta lampiran chat gua dengan beliau wkwkwk jadi intinya, obrolan gua dan tingkah gua yang "REBEL" ini telah menyebar luas ke beberapa lapisan mahasiswa, sebuah kisah tentang penurunan Kadept. oleh staffnya sendiri. Seorang kepala keluarga oleh anaknya sendiri.

Seperti itulah kisah yang ingin gua ceritakan, yang rasanya sulit kalo gua curhat ke orang yang sebenernya gak ngerti masalah beginian karena emang harus runtut ceritanya. Bahkan gua pun juga merasa gak runtut ceritanya disini, bisa jadi ada yang dihilangkan atau bisa jadi ada bagian yang di lebihkan. Tapi diluar itu semua, kelegaan ini akhirnya tersampaikan lah yaaah dengan keluarnya cerita ini. Bukan, bukan untuk mempermalukan satu dua orang, tapi biar sama sama kita belajar dari sini. Oiya, juga biar gua gak usah cerita ke siapa siapa lagi karena 9 hari belakangan ini, hampir setiap ketemu orang yang tau masalah ini meminta gua buat cerita dan yang elu harus tau adalah, bahwa itu hal yang melelahkaaannnn. Maka dari itu, gua tuangkan dalam bentuk tulisan.

Terlepas dari apa yang telah gua lakuin, mungkin solusinya memang harus dilakukan intropeksi dari dalam diri gua sendiri. Entah ini bisa disebut sebagai langkah yang berani atau justru langkah yang blunder dengan memakzulkan kadept sendiri, yang jelas, masa depan gua masih panjang di UNPAD ini. Semoga, peristiwa ini gak bikin nama gua kotor dan justru kesan yang ingin dibangun dari gua pribadi adalah, bahwa seorang Ilyas Muttaqin adalah orang yang vocal. Yang gak memandang bulu bahwa siapapun yang berbuat dzolim maka akan menerima perlawanan dari gua.

Karena,
Because,
CAUSE I'M A REBEL!

Uhuuuy.